Senin, 02 April 2012

Gilee Benerrrr 4

Aku dapat satu pelajaran. Ternyata, kita tidak dapat melawan takdir. Seperti apapun usaha yang kita lakukan, jika takdir Tuhan telah berkata ‘kau tetap seperti itu’, kita tak dapat memungkiri dan menghindarinya.
               
Seperti aku kini. Aku yang telah mundur dan berusaha untuk menghilangkan rasa ini pada ‘dia’. Tiga bulan adalah waktu yang cukup lama untuk aku belajar melupakan ‘dia’. Tapi hasilnya??? Aku masih tetap bertahan sampai detik ini aku mencintai dan mengharapkan ‘dia’. Sungguh tragis memang, disaat hatimu begitu sangat mencintai seseorang sepenuh hatimu, sudah ingin menerima apa adanya yang ada di dalam dirinya, sudah rela menyayanginya dan rela berdiri pada harapan semu yang sebenarnya itu sangat ‘BODOH’. Dan itu termasuk rasaku. Aku yang menggilai ‘dia’ kurang lebih satu setengah tahun tanpa aku ketahui, seperti apa aku dimata ‘dia’ dan dhati ‘dia’. Seperti apakah aku berperan di dalam kehidupan keseharian ‘dia’. Aku tak pernah tahu. Dan begitulah sungguh bodohnya aku yang masih bertahan berdiri tetap kukuh seperti ini. Mencintai ‘dia’.
                
Seiring waktu, rasa ini semakin kuat. Rasa ini terus mendorongku untuk dapat memiliki atau setidaknya sedikit menyentuh hati ‘dia’, bermain bersama hati indah yg dmiliki ‘dia’. Tapi tetap saja, aku tak tahu apa yang di fikirkan ‘dia’. Tentang aku. Seperti apa aku. dan layakkah aku di hati ‘dia’.
                
Namun setidaknya, ditengah rasa gejolak cintaku pada ‘dia’ , aku masih bisa akrab dengannya. Yah, layaknya teman sepermainan. Masih bsa bercengkrama dan tertawa di dekatnya. Aku bisa menatap ‘dia’ dari dekat dan puas, serasa tidak ada jarak untuk merasa canggung dan minder lagi diantara aku dan ‘dia’. Seperti layaknya cinta sesame teman. Susah senang bersama dan semuanya masih baik baik saja selama keakraban it uterus memeluk kisah antara aku dan ‘dia’. Hmm, dekat saja seperti sekarang ini aku sudah senang. Bagaimana nanti??? Mengkhayal terlalu jauh sepertinya.
                
‘Dia’. Yang ku cinta. Senang rasanya. Keakraban itu semakin tercipta dan serasa kesempatan untukku mencari sedikit celah masuk secara perlahan ke hati ‘dia’. Walaupun kecil kemungkinan, tapi aku tetap berusaha untuk menyatukan hatiku dengan ‘dia’. Tawa, senyum, senda gurau, kenakalan, usil, jahil, semua itu terasa indah saat aku berada di dekat ‘dia’. Dan aku baru tahu, bahwa di balik sikap dingin, cuek dan angkuh itu ada Seurat ‘kelemotan’ yang membuatku semakin mencintai ‘dia’. Hatiku semakin kuat untuk memilih ‘dia’. Aaarrggtt.!! Kemana hatiku yang dulu ingin melupakan ‘dia’…?? Sungguh sangat munafiknya aku yang hanya mengucapkan itu dan mengabaikannya begitu saja. Tapi hatiku??? Hatiku slalu berteriak ingin ‘dia’. Hanya ‘dia’. Bahkan suatu keanehan terjadi padaku. Setiap adzan berkumandang, hati ku slalu berkata, “bertahan”. Entah apa makna nya ini. Apa Tuhan ingin membuka hati ‘dia’?? memberiku kesempatan untuk bisa bersama ‘dia’?? atau apa?? Dan sejujurnya hatiku ini bahkan tak bisa terbuka untuk orang lain sedikitpun karena kunci hatiku di telan ‘dia’. Sebenarnya aku benci hal ini. Namun hatiku tetap ingin seperti ini. Bertahan. Mencintai ‘dia’. Gila !! gila !! gila !! karena ‘dia’ !!
                
Siapa sih ‘dia’?? apa istimewa ‘dia’?? apa bapaknya DUKUN??? ‘dia’ uda pelet  aku??? atau bapaknya DOKTER??? Yang ngasi aku obat cinta??? Atau bisa juga bapaknya PETANI??? Yang udah membajak hati ku ini??? Siapa ‘dia’?? aku ingin tahu ‘dia’…
                
Mungkin tanpa ‘dia’ sadari, aku slalu memperhatikkannya. Di rumah, tempat belajarnya, bahkan pada applikasi facebook juga aku tak mau ketinggalan. Karna aku menggilainya. Yang ku ingin pastikan hanyalah, seperti apa ‘dia’ pagi ini? Apa kabar ‘dia’? bagaimana hatinya? Senang? Sedih? Stress? Susah? Aku slalu pastikan itu.
                
Dan semakin ku tak memikirkan dan tak percaya, ‘dia’ mengenalkanku pada teman teman terbaiknya. Aku senang pastinya. Selain banyak teman, aku bisa tahu banyak seperti apa ‘dia’ dan bagaimana keseharian ‘dia’. Aku bisa tahu lebih dalam segala sesuatu tentang ‘dia’. Semakin ke sini, hubunganku pun semakin membaik. Tak terbatas. Tertawa bersama, lepas, ‘dia’ stress aku bisa merasakannya lewat sms sms yg di kirim ‘dia’, terasa lebih dekat. Berbeda dengan dulu, aku dan ‘dia’ canggung, berbahasa masih sebatas teman biasa, cuek, dingin, angkuh, ada rasa minder dan malu untuk bergelak tawa, ngobrol dengan ‘dia’. Yyahh, sesekali aku suka share sama ‘dia’. Tentang apapun. Dan memang kuakui, lebih nyaman share dengan ‘dia’.
                
Di tengah keindahan itu, kerikil kecil pun mulai melempariku. Seorang gadis berparas cantik mulai mendekati ‘dia’. Hmm, cemburu!!. Yayaya, setegar apapun aku, sekuat apapun cintaku pada ‘dia’ tentu saja aku cemburu, kesal dan marah!! Seandainya tak ada hukum, mungkin wajah gadis itu sudah ku jadikan cucian. Ku kucek kucek wajah gadis itu. Tapi, kembali ku ingat posisiku. Tak ada ikatan cintayg resmi antara aku dan ‘dia’. Untuk apa aku serang gadis itu? Hak ku saja tak ada. Dan si ‘dia’ juga tenang tenang saja bercengkerama dengan gadis itu. Akhirnya, aku diam saja. Terus menahan rasa sakit hati dan sedih yang mendalam. Kesal!! Kesal !! kesal!! Arrggtt!!
                
Teringat suatu moment disaat aku sedang bersama ‘dia’ disampingku, berbicara denganku. Bercanda denganku. Ditengah canda itu, gadis itu datang dan langsung duduk di sampingnya. Mereka tertawa bersama. Tanpa menoleh aku yang ada disini!! Dicuekin!! Nyakiiit!! ‘dia’ ask dengan gadis itu dan tak pernah menengok atau sekedar menyapa ngobrol kecil denganku. Aarrggt!! Aku ngedumel dalam hati. “semua cowo sama ajah..!! liat yg bening-bening suka!!” umpatku dalam hati.
                
Dan sampai akhirnya gadis itu pergi, ‘dia’ diam sejenak merogoh saku celananya, lalu memandangku sejenak, entah apa yang terlihat dimata ‘dia’ sore itu. Wajahku yang sudah kusut. Terdiam ‘dia’ dan tak ada basa basi sedikitpun, terdengar dia berkata, “Pulang yuk..”
                
“what??? Punya perasaan gak sih? 2 jam kamu cuekin aku dan tanpa basa basi diajakin pulang??? Hatimu dmana???” aku hanya bisa marah marah dalam hati sambil menatap betapa angkuhnya ‘dia’. Yang ku sanggup keluarkan hanya kata, “Iya…yuk pulang.”
                
Sepanjang jalan aku hanya diam. Bungkam. Tak berbicara apa-apa. ‘dia’ mengajakku ngobrol sepanjang jalan, namun tanggapanku hanya Iya dan Nggak. Sakit hati. Sebel.  Dan hujan pun turun. Lumayan deras. ‘dia’ mengajakku berteduh di bawah pohon beringin. Hanya kami berdua. Tak ada yang berteduh lagi di sini. Dan entah seperti apa isi hatiku, sedih hatiku mengingat kejadian tadi, airmataku tiba tiba saja terjatuh. Aku menangis.

                “nangis?” ‘dia’ menatapku
                “nggak.”
                “laper?”
                “nggak.”
                “aku punya salah ya???”
                “I…..Nggak.”
                
Yahh..kok malah kata nggak sih?? Kenapa aku gak bilang iya aja. Ya sudah, biar ‘dia’ nyadar sendiri. Sakit hati ini. Dan betapa munafiknya aku.
                
Huft. Hujan reda. ‘dia’ mengantarku pulang kerumah, dan sesampai di depan gerbang rumahku, ‘dia’ tersenyum padaku. Aku turun dari motornya dan kuberkata “makasii ya udah nganter pulang….pulang dah”
                
‘dia’ bengong. Entah didalam fikirannya apa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar