Rabu, 31 Oktober 2012

Rematoid Heart Disease


BAB I
PEMBAHASAAN

1.1.Pengertian RHD
Rematoid heart disease ( RHD ) merupakan penyebab terpenting dari penyakit jantung yang didapat,baik pada anak maupun pada dewasa. Rematoid fever adalah peradangan akut yang sering diawali oleh peradangan pada farings. Sedangkan RHD adalah penyakit berulang dan kronis. Pada umumnya seseorang menderita penyakit rematoid fever akut kira-kira dua minggu sebelumnya pernah menderita radang tenggorokan.
Reumatoid heart disease (RHD) adalah suatu proses peradangan yang mengenai jaringan-jaringan penyokong tubuh, terutama persendian, jantung dan pembuluh darah oleh organisme streptococcus hemolitic-b grup A (Pusdiknakes, 1993).
RHD adalah suatu penyakit peradangan autoimun yang mengenai jaringan konektif seperti pada jantung,tulang, jaringan subcutan pembuluh darah dan pada sistem pernapasan yang diakibatkan oleh infeksi streptococcus hemolitic-b grup A.

1.2  Epidemiologi / Insiden Kasus
RHD terdapat diseluruh dunia. Lebih dari 100.000 kasus baru demam rematik didiagnosa setiap tahunnya, khususnya pada kelompok anak usia 6-15 tahun. Cenderung terjangkit pada daerah dengan udara dingin, lembab, lingkungan yang kondisi kebersihan dan gizinya kurang memadai.Sementara dinegara maju insiden penyakit ini mulai menurun karena tingkat perekonomian lebih baik dan upaya pencegahan penyakit lebih sempurna. Dari data 8 rumah sakit di Indonesia tahun 1983-1985 menunjukan kasus RHD rata-rata 3,44 ℅ dari seluruh jumlah penderita yang dirawat.Secara Nasional mortalitas akibat RHD cukup tinggi dan ini merupakan penyebab kematian utama penyakit jantung sebelum usia 40 tahun.



1.3     Penyebab / Faktor Predisposisi
Penyebab secara pasti dari RHD belum diketahui, namun penyakit ini sangat berhubungan erat dengan infeksi saluran napas bagian atas yang disebabkan oleh streptococcus hemolitik-b grup A yang pengobatanya tidak tuntas atau bahkan tidak terobati. Pada penelitian menunjukan bahwa RHD terjadi akibat adanya reaksi imunologis antigen-antibody dari tubuh.Antibody yang melawan streptococcus bersifat sebagai antigen sehingga terjadi reaksi autoimun.
Terdapat faktor-faktor predisposisi yang berpengaruh pada reaksi timbulnya RHD:
1.      Faktor-faktor pada individu
a.       Faktor Genetik
Meskipun pengetahuan tentang faktor genetik  pada RHD ini tidak lengkap namun pada umumnya ada pengaruh faktor keturunan pada proses terjadinya RHD, walaupun cara penurunanya belum dapat dipastikan.
b.      Jenis Kelamin
Dulu sering dinyatakan bahwa RHD lebih sering terjadi pada anak wanita daripada anak laki-laki.
c.       Golongan Etnik dan Ras
Data di Amerika menunjukan bahwa serangan awal maupun serangan ulangan lebih sering terjadi pada orang berkulit hitam dibandingkan orang berkulit putih
d.      Umur
RHD paling sering terjadi pada anak-anak berumur antara 6- 15 tahun ( usa sekolah ) dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasanya ditemukan pada anak sebelum berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun

2.      Faktor-faktor lingkungan
a.       Keadaan sosial ekonomi yang buruk
Keadaan sosial ekonomi yang buruk adalah sanitasi lingkungan yang buruk, rumah dengan penghuni yang padat, rendahnya pendidikan sehingga pemahaman untuk segera mencari pengobatan anak yang menderita infeksi tenggorokan sangat kurang ditambah pendapatan yang rendah sehingga biaya perawatan kesehatan kurang
b.      Iklim dan geografis
RHD adalah penyakit kosmopolit. Penyakit ini terbanyak didapatkan pada daerah beriklim sedang,tetapi data akhir-akhir ini menunjukan bahwa daerah tropispun mempunyai insiden yang tinggi. Didaerah yang letaknya tinggi, insiden RHD lebih tinggi daripada dataran rendah
c.       Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insiden infeksi saluran napas atas meningkat, sehingga mengakibatkan kejadian RHD juga dapat meningkat
                                                    
1.4  Patofisiologi
Hubungan yang pasti antara infeksi streptokokus dan demam rematik akut tidak diketahui. Cedera jantung bukan merupakan akibat langsung infeksi, seperti yang ditunjukkan oleh hasil kultur streptokokus yang negative pada bagian jantung yang terkena. Fakta berikut ini menunjukkan bahwa hubungan tersebut terjadi akibat hipersensitifitas imunologi yang belum terbukti terhadap antigen-antigen streptokokus :
a.       Demam rematik akut terjadi 2-3 minggu setelah faringitis streptokokus, sering setelah pasien sembuh dari faringitis.
b.      Kadar antibody anti streptokokus tinggi (antistreptolisin o, anti –DNase, anti hialoronidase ) terdapat pada pasien demam rematik akut.
c.       Pengobatan dini faringitis streptokokus dengan penisilin menurunkan resiko demam rematik akut.
d.      Immunoglobulin dan komplemen terdapat pada permukaan membrane sel-sel miokardium yang terkena.
Hipersensitifitas kemungkinan bersifat imunologik, tetapi mekanisme demam rematik akut masih belum diketahui. Adanya antibody-antibodi yang memiliki aktifitas terhadap antigen streptokokus dan sel-sel miokardium menunjukkan kemungkinan adanya hipersensitifitas tipe II yang diperantarai oleh antibody reaksi silang. Adanya antibody-antibodi tersebut di dalam serum beberapa pasien yang kompleks imunnya terbentuk untuk melawan antigen-antigen streptokokus menunjukkan hipersensitifitas tipe III. Pathway terlampir.

1.5  Manifestasi Klinis dan Kriteria diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis RHD dengan melihat tanda dan gejala maka digunakankriteria Jones yang terdiri dari kriteria mayor dan kriteria minor.
a.       Kriteria Mayor
a)      Carditis
Yaitu terjadi peradangan pada jantung (miokarditis dan atau endokarditis) yang menyebabkan terjadinya gangguan pada katup mitral dan aorta dengan manifestasi terjadi penurunan curah jantung ( seperti hipotensi, pucat, sianosis, berdebar-debar dan heart rate meningkat ), bunyi jantung melemah, dan terdengar suara bising katup pada auskultasi akibat stenosis dari katup terutama mitral (bising sistolik), Friction rub.


b)      Polyarthritis
Klien yang menderita RHD biasanya datang dengan keluhan nyeri pada sendi yang berpindah-pindah, radang sendi-sendi besar, lutut, pergelangan kaki, pergelangan tangan, siku ( polyarthritis migrans ), gangguan fungsi sendi.
c)      Khorea Syndenham
Merupakan gerakan yang tidak disengaja / gerakan abnormal , bilateral,tanpa tujuan dan involunter, serta sering kali disertai dengan kelemahan otot ,sebagai manifestasi peradangan pada sistem saraf pusat.
d)     Eritema Marginatum
Eritema marginatum merupakan manifestasi RHD pada kulit, berupa bercak-bercak merah dengan bagian tengah berwarna pucat sedangkan tepinya berbatas tegas , berbentuk bulat dan bergelombang tanpa indurasi dan tidak gatal. Biasanya terjadi pada batang tubuh dan telapak tangan.
e)      Nodul Subcutan
Nodul subcutan ini terlihat sebagai tonjolan-tonjolan keras dibawah kulit tanpa adanya perubahan warna atau rasa nyeri. Biasanya timbul pada minggu pertama serangan dan menghilang setelah 1-2 minggu. Ini jarang ditemukan pada orang dewasa.Nodul ini terutama muncul pada permukaan ekstensor sendi terutama siku,ruas jari,lutut,persendian kaki. Nodul ini lunak dan bergerak bebas.
b.      Kriteria Minor
a)      Memang mempunyai riwayat RHD
b)      Artralgia  atau nyeri sendi tanpa adanya tanda obyektif pada sendi, klien kadang-kadang sulit menggerakkan tungkainya
c)      Demam namun tidak lebih dari 39 derajat celcius dan pola tidak tentu
d)     Leukositosis
e)      Peningkatan laju endap darah ( LED )
f)       C- reaktif Protein ( CRP ) positif
g)      P-R interval memanjang
h)      Peningkatan pulse/denyut jantung saat tidur ( sleeping pulse )
i)        Peningkatan Anti Streptolisin O ( ASTO )
Selain kriteria mayor dan minor tersebut, terjadi juga gejala-gejala  umum seperti, akral dingin, lesu,terlihat pucat dan anemia akibat gangguan eritropoesis.gejala lain yang dapat muncul juga  gangguan pada GI tract dengan manifestasi peningkatan HCL dengan gejala mual dan anoreksia
Diagnosis RHD ditegakkan apabila ada dua kriteria mayor dan satu kriteria minor, atau dua kriteria minor dan satu kriteria mayor.

1.6  Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang
a.       Pemeriksaan laboratorium
Dari pemeriksaan laboratorium darah didapatkan peningkatan ASTO, peningkatan laju endap darah ( LED ),terjadi leukositosis, dan dapat terjadi penurunan hemoglobin .
b.      Radiologi
Pada pemeriksaan foto thoraks menunjukan terjadinya pembesaran pada jantung.

c.       Pemeriksaan Echokardiogram
Menunjukan pembesaran pada jantung dan terdapat lesi
d.      Pemeriksaan Elektrokardiogram
Menunjukan interval P-R memanjang.
e.       Hapusan tenggorokan :ditemukan steptococcus hemolitikus b grup A

1.7  Komplikasi
Penyakit jantung rematik merupakan komplikasi dari demam rematik dan biasanya terjadi setelah serangan demam rematik. Insiden penyakit jantung rematik telah dikurangi dengan luas penggunaan antibiotic efektif terhadap streptokokal bakteri yang menyebabakan demam rematik.

1.8  Therapy / Penatalaksanaan
Tata laksana RHD aktif atau reaktifitas adalah sebagai berikut :
a.       Tirah baring dan mobilisasi bertahap sesuai dengan keadaan jantungnya.

Kelompok Klinis
Tirah baring
( minggu )
Mobilisasi bertahap
( minggu)
- Karditis (  -  )
- Artritis    ( + )
2
2
- Karditis     ( + )
- Kardiomegali (-)
4
4
-   Karditis (  +  )
-   Kardiomegali(+)
6
6
-   karditis ( +  )
-   Gagal jantung (+ )
> 6
> 12

b.      Eradikasi dan selanjutnya pemberian profilaksis terhadap kuman sterptococcus dengan  pemberian injeksi Benzatine penisillin secara intramuskuler. Bila berat badan lebih dari 30 kg diberikan 1,2 juta unit dan jika kurang dari 30 kg diberikan 600.000-900.000 Unit.
c.       Untuk antiradang dapat diberikan obat salisilat atau prednison tergantung keadaan klinisnya. Salisilat diberikan dengan dosis 100 mg/kg BB/hari selama kurang lebih 2 minggu dan 25 mg/ Kg BB/hari selama 1 bulan. Prednison diberikan selama kurang lebih 2 minggu dan teppering off ( dikurangi bertahap ). Dosis awal prednison 2 mg/ kg BB/hari.
d.      Pengobatan rasa sakit dapat diberikan analgetik
e.       Pengobatan terhadap khorea hanya untuk symtomatik saja, yaitu klorpromazin,diazepam atau haloperidol. Dari pengalaman ternyata khorea ini akan hilang dengan sendirinya dengan tirah baring dan eradikasi.
f.       Pencegahan komplikasi dari carditis misal adanya tanda-tanda gagal jantung dapat diberikan terapi digitalis dengan dosis 0,04-0,06 mg/kg BB.
g.      Pemberian diet bergizi tinggi mengandung cukup vitamin

1.9  Pencegahan
Jika kita lihat di atas bahwa penyakit jantung paru sangat mungkin terjadi dengan adanya kejadian awal yaitu demam rematik (DR). tentu saja pencegahan yang terbaik adlah bagaimana upaya kita jangan sampai mengalami demam rematik (terserang infeksi kuman streptokokus beta hemolyticus ). Ada beberapa factor yang dapat mendukung seseorang terserang kuman tersebut, diantaranya factor lingkungan seperti kondisi kehidupan yang jelek, kondisi tinggal yang berdesakan dan akses kesehatan yang kurang merupakan determinan yang signifikan dalam distribusi penyakit ini. Variasi cuaca juga mempunyai peranan yang besar dalam terjadinya infeksi streptokokus untuk terjadi DR.
Seseorang yang terinfeksi kuman streptokokus beta hemolyticus dan mengalami demam rematik harus diberikan terapi yang maksimal dengan antibiotiknya. Hal ini menghindarkan kemungkinan serangan kedua kalinya atau bahkan menyebabkan penyakit jantung rematik.
1.10   Prognosis
Prognosis RHD terdiri dari lama penyakit, kesempatan komplikasi dari penyakit, kemungkinan hasil, prospek untuk pemulihan, pemulihan periode untuk penyakit, harga hidup, tingkat kematian, dan hasil kemungkinan lainnya dalam keseluruhan prognosa dari penyakit jantung reumatik


Selasa, 23 Oktober 2012

Thypoid Fever


THYPOID FEVER
PENGERTIAN
Thypoid fever/demam tifoid atau thypus abdominalis merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (T.H. Rampengan dan I.R. Laurentz, 1995). Penularan penyakit ini hampir selalu terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella.( Bruner and Sudart, 1994 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella Thypi (Arief Maeyer, 1999).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis,
( Syaifullah Noer, 1996 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, typhoid disebut juga paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis (.Seoparman, 1996).
Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999).
Dari beberapa pengertian diatasis dapat disimpulkan sebagai berikut, Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A. B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang terkontaminasi
ETIOLOGI
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi kuman Samonella Thposa/Eberthela Thyposa yang merupakan kuman negatif, motil dan tidak menghasilkan spora, hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia maupun suhu yang lebih rendah sedikit serta mati pada suhu 700C dan antiseptik. Salmonella mempunyai tiga macam antigen, yaitu Antigen O= Ohne Hauch=somatik antigen (tidak menyebar) ada dalam dinding sel kuman, Antigen H=Hauch (menyebar), terdapat pada flagella dan bersifat termolabil dan Antigen V1=kapsul ; merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan melindungi O antigen terhadap fagositosis. Ketiga jenis antigen ini di manusia akan menimbulkan tiga macam antibodi yang lazim disebut aglutinin. Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.

TANDA DAN GEJALA
Gejala klinis
1. panas lebih dari 7 hari biasanya mulai demam nglemeng yang makin hari makin tinggi sehingga pada minggu ke dua makin panas tinggi terus menerus ,terutama malam hari,siang hari panas agak turun ,tidak pernah mencapi normal (febris intermitten)
2. gejala sistem gastrointestinal :obstipsi sangat sering muncul,kadang-kadang diare mual muntah dan kembung jarang.
3. gejala saraf sentral:apatis kesadaran menurun,mengigai,delirium.
4. hepatomegali ringan
5. splenomegali
6. skibala lidah kotor tapi hiperemis. (Dr dr Sutaryo Sp .A (k),2000)

PATOFISIOLOGI.
Kuman salmonella masuk bersama makanan/minuman yang terkontaminasi, setelah berada dalam usus halus mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus (terutama plak peyer) dan jaringan limfoid mesenterika. Setelah menyebabkan peradangan dan nekrosis setempat kuman lewat pembuluh limfe masuk ke darah (bakteremia primer) menuju organ retikuloendotelial sistem (RES) terutama hati dan limpa. Di tempat ini kuman difagosit oleh sel-sel fagosit RES dan kuman yang tidak difagosit berkembang biak. Pada akhir masa inkubasi 5-9 hari kuman kembali masuk ke darah menyebar ke seluruh tubuh (bakteremia sekunder) dan sebagian kuman masuk ke organ tubuh terutama limpa, kandung empedu yang selanjutnya kuman tersebut dikeluarkan kembali dari kandung empedu ke rongga usus dan menyebabkan reinfeksi usus. Dalam masa bakteremia ini kuman mengeluarkan endotoksin. Endotoksin ini merangsang sintesa dan pelepasan zat pirogen oleh lekosit pada jaringan yang meradang. Selanjutnya zat pirogen yang beredar di darah mempengaruhi pusat termoregulator di hipothalamus yang mengakibatkan timbulnya gejala demam.
Makrofag pada pasien akan menghasilkan substansi aktif yang disebut monokines yang menyebabkan nekrosis seluler dan merangsang imun sistem, instabilitas vaskuler, depresi sumsum tulang dan panas. Infiltrasi jaringan oleh makrofag yang mengandung eritrosit, kuman, limfosist sudah berdegenerasi yang dikenal sebagai tifoid sel. Bila sel ini beragregasi maka terbentuk nodul terutama dalam  usus halus, jaringan limfe mesemterium, limpa, hati, sumsum tulang dan organ yang terinfeksi.
Kelainan utama yang terjadi di ileum terminale dan plak peyer yang hiperplasi (minggu I), nekrosis (minggu II) dan ulserasi (minggu III). Pada dinding ileum terjadi ulkus yang dapat menyebabkan perdarahan atau perforasi intestinal. Bila sembuh tanpa adanya pembentukan jaringan parut.
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly(lalat), dan melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang
MANIFESTASI KLINIS
Masa inkubasi 7-20 hari, inkubasi terpendek 3 hari dan terlama 60 hari (T.H. Rampengan dan I.R. Laurentz, 1995). Rata-rata masa inkubasi 14 hari dengan gejala klinis sangat bervariasi dan tidak spesifik (Pedoman Diagnosis dan Terapi, Lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya, 1994).
Walaupun gejala bervariasi secara garis besar gejala yang timbul dapat dikelompokan dalam : demam satu minggu atau lebih, gangguan saluran pencernaan dan gnagguan kesadaran. Dalam minggu pertama : demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi dan suhu badan meningkat (39-410C). Setelah minggu kedua gejala makin jelas berupa demam remiten, lidah tifoid dengan tanda antara lain nampak kering, dilapisi selaput tebal, dibagian belakang tampak lebih pucat, dibagian ujung dan tepi lebih kemerahan. Pembesaran hati dan limpa, perut kembung dan nyeri tekan pada perut kanan bawah dan mungkin disertai gangguan kesadaran dari ringan sampai berat seperti delirium.
Roseola (rose spot), pada kulit dada atau perut terjadi pada akhir minggu pertama atau awal minggu kedua. Merupakan emboli kuman dimana di dalamnya mengandung kuman salmonella. Masa tunas typhoid 10 – 14 hari
Minggu I
pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut.
Minggu II
pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran.
5. Komplikasi
a. Komplikasi intestinal
1. Perdarahan usus
2. Perporasi usus
3. Ilius paraliti
 b. Komplikasi extra intestinal
1. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis, tromboplebitis.
2. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia hemolitik.
3. Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
4. Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
5. Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
6. Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
7. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Jumlah leukosit normal/leukopenia/leukositosis.
2.      Anemia ringan, LED meningkat, SGOT, SGPT dan fsofat alkali meningkat.
3.      Minggu pertama biakan darah S. Typhi positif, dalam minggu berikutnya menurun.
4.      Biakan tinja positif dalam minggu kedua dan ketiga.
Kenaikan titer reaksi widal 4 kali lipat pada pemeriksaan ulang memastikan diagnosis. Pada reaksi widal titer aglutinin O dan H meningkat sejak minggu kedua. Titer reaksi widal diatas 1 : 200 menyokong diagnosis
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari :
Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
b. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
c. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
1. Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
2. Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.
3. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
4. Pengobatan dengan obat anti mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.
c. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
3) Aglutinin Vi,yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.
Faktor – faktor yang mempengaruhi uji widal :
a. Faktor yang berhubungan dengan klien :
1. Keadaan umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi.
2. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah klien sakit 1 minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.
3. Penyakit – penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat menyertai demam typhoid yang tidak dapat menimbulkan antibodi seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma lanjut.
4. Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan obat anti mikroba dapat menghambat pembentukan antibodi.
5. Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat tersebut dapat menghambat terjadinya pembentukan antibodi karena supresi sistem retikuloendotelial.
6. Vaksinasi dengan kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi dengan kotipa atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H pada orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik.
7. Infeksi klien dengan klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya : keadaan ini dapat mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer yang rendah.
8. Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap salmonella thypi karena penyakit infeksi dengan demam yang bukan typhoid pada seseorang yang pernah tertular salmonella di masa lalu.
           

b. Faktor-faktor Teknis
1. Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat mengandung antigen O dan H yang sama, sehingga reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesies yang lain.
2. Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan mempengaruhi hasil uji widal.
3. Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada penelitian yang berpendapat bahwa daya aglutinasi suspensi antigen dari strain salmonella setempat lebih baik dari suspensi dari strain lain.

PENATALAKSANAAN
a. Tirah baring atau bed rest.
b. Diit lunak atau diit padat rendah selulosa (pantang sayur dan buahan), kecuali komplikasi pada intestinal.
c.       Obat-obat :
         Antimikroba :
1. Kloramfenikol 4 X 500 mg sehari/iv
2. Tiamfenikol 4 X 500 mg sehari oral
3. Kotrimoksazol 2 X 2 tablet sehari oral (1 tablet = sulfametoksazol 400 mg + trimetoprim 80 mg) atau dosis yang sama iv, dilarutkan dalam 250 ml cairan infus.
4. Ampisilin atau amoksisilin 100 mg/kg BB sehari oral/iv, dibagi dalam 3 atau 4 dosis.
Antimikroba diberikan selama 14 hari atau sampai 7 hari bebas demam.
         Antipiretik seperlunya
         Vitamin B kompleks dan vitamin C
Mobilisasi bertahap setelah 7 hari bebas demam.
Penatalaksanaan
a. Perawatan.
1. Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk mencegah komplikasi perdarahan usus.
2. Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada komplikasi perdarahan.
b. Diet.
1. Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.
2. Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
3. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
4. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
c. Obat-obatan.
1. Klorampenikol
2. Tiampenikol
3. Kotrimoxazol
4. Amoxilin dan ampicillin
7. Pencegahan
Cara pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci tangan setelah dari toilet dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan, hindari minum susu mentah (yang belum dipsteurisasi), hindari minum air mentah, rebus air sampai mendidih dan hindari makanan pedas